Tanjungpinang — Para Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas sedang giat-giatnya berkampanye.
Pertemuan-pertemuan dengan para Paslon itu, memberikan saya kesempatan untuk mengajukan pertanyaan yang sudah lama hinggap di benak saya. Mana yang lebih kuat dalam memengaruhi politik kita: uang atau identitas?
Pada umumnya, para Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Anambas Pilkada 2024 akan memainkan apa saja untuk menang. Mereka memiliki banyak opsi untuk dipilih.
Kendati demikian, para paslon tersebut akan menyangkal bahwa dia membeli suara atau melakukan politik uang. Begitu juga dengan, mengeksploitasi sentimen etnis, agama, rasial, atau kesukuan yang dikenal dengan sebutan politik identitas.
Bagaimanakah sesungguhnya preferensi pemilih Indonesia khususnya masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas. Jika dihadapkan pada politik identitas dan politik uang? Manakah yang lebih kuat untuk memengaruhi pemilih?
Menurut, Ketua Pergerakan Masyarakat Kepulauan Riau (Permak) Jaya, Asril Masbah, bahwa dugaan praktik politik uang sebenarnya lebih kuat karena masyarakat saat menjelang pemilihan justru memilih kandidat yang melakukan praktik kotor ini ketimbang politikus “bersih”.
“Saya sudah mendapatkan indikasi-indikasi akan terjadi praktik politik uang di Pilkada Anambas,” tuturnya saat dijumpai di salah satu kedai kopi batu 5, Tanjungpinang, Rabu (30/10/2024).
Asril membeberkan, sejak awal hingga berlangsung paruh kmapanye, dugaan praktek politik uang yang diduga dilakukan oleh Paslon Pilkada Anambas 2024 untuk menarik simpati sudah terjadi.
“Telah banyak saya dapat informasi dari masyarakat Anambas dan hasil investigasi kita, ada pembiayaan yang mengarah ke politik uang tapi belum bisa saya sebutkan Paslon yang mana,” terangnya.
Lebih dalam, Asril mengungkapkan saat ini diduga salah satu Paslon Pilkada Anambas 2024 berjanji kepada para pemilih akan memberikan uang dengan nominal yang beraneka ragam agar Paslon tersebut dipilih.
“Gambarannya, ada gerakan-gerakan politik uang dengan bervariasi nominalnya, ada yang 500 ribu, 300 ribu, dan 100 ribu per KTP, “ungkapnya.
Lanjutnya, ia menegaskan Bawaslu Kabupaten Kepulauan Anambas untuk berani dan tegas menggunakan kewenangan dalam menindak terjadinya politik uang di Pilkada Anambas 2024.
“Saya meminta Bawaslu Anambas bekerja lebih aktif dan mengawasi praktik-praktik politik uang di Pilkada Anambas,” tegas Asril.
Terakhir, Asril menghimbau kepada masyarakat Anambas untuk menghindari serta mewaspadai praktik-praktik money politik atau politik uang.
Lantas, mengapa sebenarnya uang menjadi panglima karena sistem politik kita di masa pasca-Soeharto tidak dibangun oleh pertarungan untuk mewujudkan ide—di mana orang punya ide, menyebarkan ide itu, dan berusaha mencari dukungan untuk mewujudkan ide itu.
Sementara dalam hukum islam, praktik yang melibatkan distribusi uang atau barang kepada pemilih ini bertujuan untuk memengaruhi pilihan mereka demi keuntungan politik. Dalam Islam, fenomena ini setara dengan risywah atau suap, yang hukumannya jelas: haram. (R.4z)