Batam — Proses penggusuran lahan yang dilakukan oleh tim terpadu di kampung Teluk Mata Ikan, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, mendapat sorotan dan kritik tajam dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAMNR) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Panglima Wilayah (Pangwil) GAMNR Provinsi Kepri, Dato Timotius, menilai proses ini berlangsung tanpa partisipasi aktif warga. Pemerintah semestinya mengedepankan pendekatan humanis, bukan langsung menggunakan tindakan represif.
“Sejumlah warga yang tinggal di kawasan tersebut telah menetap selama puluhan tahun dan memiliki keterikatan sosial, ekonomi, serta budaya dengan wilayah tersebut. Seharusnya, menggunakan pendekatan dalam proses penggusuran,“ ujarnya, Jum’at (18/4).
Pria yang mendapat Watikah Penganugerahan Darjah kehormatan dari YM Sultan SSI ke XIII sebagai Dato Satria Bijuangsa Setia Diraja itu, mempertanyakan dasar legalitas penggusuran, serta kejelasan mekanisme kompensasi yang diberikan kepada warga terdampak. Ia juga menyebut adanya perbedaan data klaim kepemilikan lahan antara pihak Alamsyah dan Maskur menunjukkan bahwa persoalan hukum belum tuntas.
“Kalau benar lahan itu sudah dibayar ke pihak yang dianggap sah, lalu kenapa masih ada pihak lain yang merasa memiliki dan tidak dilibatkan? Ini indikasi bahwa penyelesaian belum menyeluruh,” katanya.
Dato Timotius pun meminta BP Batam tidak hanya berpegang pada legalitas administratif semata, namun juga mempertimbangkan aspek sosial dan historis warga yang telah puluhan tahun tinggal di wilayah tersebut.
“Pembangunan yang adil bukan hanya yang sah di atas kertas, tapi juga yang memberi rasa keadilan bagi masyarakat. Jika tidak diselesaikan dengan bijak, konflik agraria seperti ini hanya akan jadi bom waktu,” tegasnya.
Sebagai informasi, penggusuran di Teluk Mata Ikan dipimpin langsung oleh tim terpadu yang dikoordinasikan oleh Kurniawan. Sebanyak 375 personel gabungan dari kepolisian, Satpol PP, kejaksaan, dan BP Batam dikerahkan dalam operasi tersebut. Pihak tim menyebut lahan sudah dibebaskan dan diganti rugi kepada pemilik yang sah, namun klaim dari warga bernama Alamsyah yang merasa belum menerima keadilan memicu ketegangan.
Pengembangan dan perluasan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan bagian dari prioritas pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam, guna mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan pariwisata. Namun, dinamika sosial di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaannya masih menyisakan persoalan yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. (R.4z)