Tanjungpinang — Hingga saat ini, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPBBC) Tanjungpinang belum memberikan jawaban tegas terkait siapa saja aktor utama di balik maraknya peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis (8/5/2025).
Humas KPPBC Tanjungpinang, Setia ketika ditanya oleh Media ini, soal identitas pemain besar di balik bisnis rokok ilegal di Kota Tanjungpinang yang masuk melalui jalur-jalur tidak resmi. Dirinya memilih irit bicara dan tidak membeberkan secara terbuka.
“Karena saya tidak pergi dan bukan domainnya (tugas) saya, jadi saya belum mengetahui itu, coba nanti saya tanya ke teman-teman (bagian intelijen KPBBC Tanjungpinang yang melakukan operasi rokok ilegal),” ucapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (5/5) kemarin.
Lanjut Setia, menjelaskan bahwa peredaran rokok ilegal menjadi tantangan besar yang tidak bisa diberantas 100 persen dalam waktu singkat.
“Peredaran rokok ilegal tidak bisa hilang 100 persen, karena demandnya (permintaan konsumen) itu tinggi,” jelasnya.
Permintaan konsumen yang tinggi terhadap rokok ilegal menjadi alasan pelaku pengedar rokok ilegal di Kota Tanjungpinang yang terang-terangan dan berani menjajakan rokok ilegalnya, serta tidak lagi menghormati otoritas Bea dan Cukai Tanjungpinang.
“Iya karena demandnya tinggi, mereka (penjual rokok ilegal) bisa jadi percaya diri, itu kalau menurut saya dari sisi psikologisnya,” tambah Setia.
Sedangkan, untuk penanganan terhadap pelaku pengedar rokok ilegal di Kota Tanjungpinang. Ia mengungkapkan penyidik Bea dan Cukai Tanjungpinang pada tahun sebelumnya, telah melakukan penanganan terhadap dua pelaku pengedar rokok ilegal di Kota Tanjungpinang. Dua pelaku tersebut, hanya dikenakan Ultimum remedium yakni menempuh jalur administratif berupa pembayaran denda daripada ke ranah pidana.
“Seperti tahun yang lalu, bagian penyidik memilih ultimum remedium untuk (dua pelaku pengedar rokok ilegal) dengan membayar dendanya daripada proses hukum, kebanyakannya seperti itu, karena dibuka oleh undang-undang nya sendiri,” ungkap Setia.
Terakhir, Setia juga mengatakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu RI untuk soal kewenangan penindakan diserahkan sepenuhnya kepada Bea dan Cukai yang ada di daerah.
“Kewenangan kita sama terkait dengan operasi rokok ilegal dari sabang sampai merauke, paling karateristik wilayahnya saja yang berbeda. Tidak ada yang khusus, kebijakan kita secara nasional sama,” katanya.
Sebelum mendatangi Humas KPPBC Tanjungpinang, redaksi Media ini terlebih dahulu mengirimkan sejumlah pertanyaan melalui pesan singkat whatsapp kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu RI, Askolani terkait peredaran rokok ilegal di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Hal tersebut mendapat responnya, dirinya menindaklanjuti pertanyaan itu kepada Kepala KPPBC Tanjungpinang melalui bagian humas untuk menjawab pertanyaan yang dikirim Redaksi Media ini.
Di sisi lain, Pakar Hukum Ahli Pidana, Prof. Azmi Syahputra, S.H, M.H, menyampaikan bahwa penegakan hukum terkait rokok ilegal tidak bisa hanya berpaku pada Undang-Undang (UU) Cukai saja.
“Rujukan utama memang di undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai tetapi rokok ilegal juga menyentuh undang-undang perlindungan konsumen dan undang-undang kesehatan. Kalaulah ada orang (menghisap rokok ilegal) terjadi sesuatu, maka bisa timbul pidana lain jadi tidak semata hanya di undang-undang cukai saja,” terangnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu malam (7/5).
Lanjut Azmi Syahputra, kandungan atau komposisi rokok ilegal yang tidak sesuai dengan label. Maka, dapat membahayakan penghisap rokok ilegal bahkan bisa menambah daftar potensi pelanggaran hukum.
“Apalagi komposisi rokok ilegal tidak sebagaimana mestinya yang ada pada label, hal itu akan menjadi tindak pidana tersendiri,”katanya.
Menurutnya, di UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai sudah sangat jelas termuat unsur pidana bagi pelaku usaha yang menjual dan mengedarkan rokok ilegal.
“Pelaku usaha dilarang (menjual dan mengedar rokok ilegal) itu pidananya bisa 5 tahun penjara atau bisa juga di denda 10 kali lipat dari nilai cukai yang harus dibayarkan,” tutur Azmi.
Terkait mengenai pernyataan Humas Bea dan Cukai Tanjungpinang soal pendekatan ultimum remedium, Azmi Syahputra hanya mengingatkan bahwa kebijakan ini harus diawasi secara ketat agar tidak menjadi celah kompromi.
“Memang bisa dilakukan Ultimum remedium, ada kebijakan untuk mereka (pelaku pengedar rokok ilegal) bisa menempuh jalur administratif yakni membayar denda saja itu diatur dalam harmonisasi perpajakan tentang pita cukai. Namun, terkadang ada saja yang nakal seperti jual sekian juta batang rokok ilegal tetapi ngakunya pas ketangkap itu hanya seberapa, itu yang harus disiasati supaya negara bisa mendapatkan haknya kalau tidak negara dapat dirugikan,” imbuhnya.
Ia pun kembali menekankan, Ultimum remedium itu harus sesuai dengan yang diatur dalam harmonisasi perpajakan.
“Jangan sampai ada kompromi terkait jumlah batangan rokok ilegal (yang disita). Karena kita perlu menjaga keseimbangan negara, keseimbangan masyarakat dan keseimbangan pelaku usaha,”pungkasnya.
Masyarakat Kota Tanjungpinang pun kini menanti langkah yang lebih tegas dan terbuka dari KPPBC Tanjungpinang. Agar, memulihkan kepercayaan publik sekaligus menekan angka peredaran rokok ilegal yang meresahkan.
Jika hal ini tidak direspon serius oleh pihak KPPBC Tanjungpinang, maka bukan hanya kerugian negara saja yang ditanggung. Melainkan juga hilangnya kepercayaan terhadap institusi pengawasan itu sendiri.(R.4z)