Anambas – Pengelolaan anggaran publikasi di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Kabupaten Kepulauan Anambas kini disorot oleh sejumlah pemilik media dan wartawan yang bertugas di ujung utara Indonesia.
Di ketahui, saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Anambas sedang melakukan pemangkasan anggaran publikasi daerah secara drastis.
Di tengah pemangkasan anggaran tersebut, muncul dugaan adanya pengaturan jatah media yang sarat kepentingan politik dan kedekatan personal, Rabu(18/6/2025).
Redaksi Centralipuranesia.co.id melalui Pimpinan Perusahaan, Tengku Azhar mengajukan pertanyaan resmi kepada Bupati Kepulauan Anambas, Aneng, untuk mengklarifikasi standar kerja sama media di lingkungan pemerintah daerah yang ia pimpin.
Pertanyaan tersebut melalui pesan singkat Whats’app kepada Bupati Kepulauan Anambas, Aneng, “Kriteria seperti apa standar kerja sama media terkait anggaran publikasi di OPD (Diskominfotik) Anambas yang Bapak pimpin saat ini?”
Namun, hingga berita ini disusun, Bupati Aneng belum memberikan jawaban. Ketidakhadiran respons dari orang nomor satu di Anambas itu menambah kabut ketidakjelasan yang menyelimuti mekanisme distribusi belanja iklan media.
Sementara itu, Kepala Bidang Informasi Diskominfotik Anambas, Hani Eska Saragih, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa tidak ada intervensi pihak luar dalam pengelolaan anggaran publikasi.
“Setahu hani tidak ada intervensi bang,” ucapnya singkat.
Hani menjelaskan bahwa pada saat dilakukan rapat bersama jajaran pimpinan daerah, pihaknya hanya diminta untuk menyampaikan data teknis seputar media dan wartawan yang aktif di wilayah Anambas.
“Karena waktu itu rapat bersama bupati, wakil, sekda, kami dipanggil kadis sekretaris dan para kabid, untuk lebih jelasnya bisa abang konfirmasi ke pak kadis,” kata Hani.
Ia menambahkan bahwa tugasnya dalam pertemuan tersebut tidak mencakup angka-angka anggaran, melainkan lebih kepada keaktifan media dan wartawan.
“Hani waktu itu dipanggil untuk menjelaskan berapa jumlah media dan mendata status kejelasan media keaktifan wartawan dan sebagainya bang, bukan untuk angka-angka die,” jelasnya lagi.
Menurut Hani, saat itu Kominfo justru diberi tugas untuk memfasilitasi pertemuan seluruh wartawan dengan pimpinan daerah.
“Intinya kemarin itu kami diminta Kominfo mengatur pertemuan seluruh wartawan dengan bupati, wakil, sekda untuk membahas kerja sama kedepannya, gitu bang,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Kominfotik Anambas, Jeprizal juga angkat bicara. Ia menyampaikan bahwa seluruh media mendapat perlakuan yang sama.
“Bahwa semua media sama angkanya, tidak ada yang di lebihkan dan kedepannya belanja publikasi di Anambas akan menggunakan Katalog V6,” ujarnya dalam sebuah kesempatan.
Namun temuan di lapangan menunjukkan adanya indikasi kuat praktik yang tidak sejalan dengan pernyataan resmi tersebut. Dari hasil penelusuran, beredar dugaan bahwa ada keterlibatan seorang individu berinisial MJ dalam proses distribusi anggaran. MJ disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Bupati, namun belum diperoleh konfirmasi resmi darinya hingga berita ini terbit.
Sumber internal menyebutkan bahwa anggaran publikasi yang awalnya mencapai Rp3,7 miliar kini dipangkas hingga separuh. Namun di tengah keterbatasan tersebut, justru terjadi distribusi anggaran yang tidak merata. Kabarnya, sejumlah media yang belum lama menjalin kerja sama diketahui mendapatkan jatah besar, mengalahkan media yang sudah lama bermitra.
Salinan nota dinas dari Diskominfotik kepada Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) mengonfirmasi dugaan ini. Dari 45 media yang diajukan, sumber internal menjulukinya sebagai ‘media Aneng’, dan disebut memperoleh porsi anggaran yang terbesar. Penamaan ini belum mendapat tanggapan resmi dari pihak pemerintah daerah.
Praktik ini dinilai melanggar Peraturan Bupati Kepulauan Anambas Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Diseminasi Informasi dan Tata Cara Kerja Sama Publikasi Pemerintah Daerah Melalui Media Massa. Regulasi tersebut mengamanatkan kerja sama media didasarkan pada profesionalitas, kelengkapan administrasi, dan kontribusi nyata terhadap penyebaran informasi pembangunan daerah tidak karena faktor kedekatan atau afiliasi politik.
Lebih mencemaskan lagi, ada dugaan bahwa sebagian pengelola media penerima kerja sama tersebut memiliki latar belakang kedekatan politik dengan pasangan calon pada Pilkada 2024 lalu. Hal ini masih perlu pendalaman dan klarifikasi lebih lanjut dari pihak terkait.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat dan pelaku pers lokal, Apakah anggaran publikasi masih dikelola berdasarkan prinsip keadilan dan profesionalitas?. Atau kini sudah menjadi alat politik yang dikendalikan oleh segelintir elite?
Redaksi Centralipuranesia.co.id masih menunggu jawaban resmi dari Bupati Aneng untuk mengklarifikasi berbagai dugaan ini. Transparansi dan keterbukaan menjadi kebutuhan mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah. (R.4z)