Batam — Anggaran jumbo, lahan tidak jelas statusnya, dan rumput lapangan stadion diduga tak sesuai standar. Begitulah potret pembangunan Stadion Megat Alang Perkasa di Busung, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Proyek yang menelan dana Rp31,2 miliar itu kini di ujung sorotan.
Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) menabuh genderang. Ketua umumnya, Cak Ta’in Komari SS, memastikan pihaknya tengah menginventarisasi dokumen dan data pendukung untuk segera melaporkan dugaan korupsi yang mengendap di proyek stadion tersebut.
“Kepri selama ini mendapat pantauan serius oleh KPK. Beberapa kepala daerah sudah merasakan nikmatnya masuk bui karena korupsi, dua gubernur, sekda Bintan, Bupati Bintan dan Kepala BP Bintan. Itu yang diproses langsung KPK, meski ada beberapa yang diproses penegak hukum di wilayah Kepri sendiri,” kata Cak Ta’in, Senin (28/7).
Indikasi penyimpangan muncul sejak dari dasar status lahan stadion seluas 5 hektare tak pernah jelas. Ada informasi bahwa tanah itu bukan milik pemerintah, melainkan warga yang belum dibebaskan. Cak Ta’in menyebut, “Ada informasi di lapangan bahwa lahan tersebut milik warga dan belum dibebaskan atau diganti Pemkab Bintan.”
Pembangunan berlangsung selama empat kali, yakni tahun 2017 sebesar Rp10,7 miliar, 2018 Rp4,8 miliar, 2019 Rp7,7 miliar, dan pada tahun yang sama juga kembali dianggarkan Rp8 miliar. Tapi, jejak digital proyek itu gelap. Tidak jelas siapa kontraktor atau konsultan pengawas pada tahap I, II, dan IV.
“Proyek satu pekerjaan yang dilaksanakan dalam beberapa tahun harusnya multiyears, yang ini apakah satu perusahaan atau berganti-ganti pelaksananya,” ujarnya.
Dari empat tahap, hanya satu yang teridentifikasi pada tahun 2019 senilai Rp7,7 miliar untuk pembangunan tangga, dikerjakan CV Binakarya, diawasi CV Vitech Pratama Consultants. Tapi tangga itu tidak tahan hujan dan rusak.
Yang paling disorot adalah nilai bangunan yang dinilai tidak sebanding dengan anggaran. Kualitas lapangan pun dipertanyakan.
“Untuk masalah stadion, fokus kita pada status lahan dan penggunaan anggarannya, apakah nilai bangunan yang ada saat ini punya nilai hingga 31,2 miliar tersebut. Untuk menghitung ulang nilai bangunan itu mudah karena fisiknya jelas. Kondisi lapangan juga dinilai banyak pihak tidak standar, rumput seharusnya menggunakan rumput gajah mini tapi pakai rumput Jepang yang seharusnya buat taman, dan banyak spesifikasi yang tidak mencerminkan itu sebuah stadion,” jelas Cak Ta’in.
Ia menyebut stadion yang hingga kini belum difungsikan secara optimal sebagai sinyal kuat adanya masalah mendasar. “Kita sedang menginventarisir data dan dokumen, begitu cukup segera kita laporkan. Bukan hanya dugaan korupsi stadion, tapi juga dugaan korupsi sebelumnya, termasuk mendesak menuntaskan soal dana reklamasi pasca tambang di KPK,” pungkasnya.
Konfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Bintan, Mohammad Irzan, menyebut stadion telah rampung 100 persen dan bahkan telah difungsikan untuk beberapa kegiatan olahraga.
“Pembangunan stadion telah selesai dikerjakan 100%, dan sudah digunakan sebagai fasilitas olahraga dalam berbagai event,” kata Irzan.
Ia menjelaskan proyek tersebut dilaksanakan dalam empat tahap dengan total anggaran Rp31,2 miliar. “Proses pengerjaan dilaksanakan sebanyak IV tahap dengan aplikasi anggaran sebesar 31,2 M,” ujarnya.
Soal kualitas, Irzan menegaskan stadion sudah memenuhi tujuh kriteria standarisasi.
“Untuk standarisasi lapangan sudah dilakukan uji coba standarisasi terkait kualitas stadion, ada 7 kriteria yang sudah dipenuhi antara lain ukuran lapangan, kapasitas tribun penonton, keamanan stadion, pencahayaan, kualitas lapangan, dan fasilitas lainnya. Untuk nilai keseluruhan kita ada di Grade C+ dengan perbandingan GBK dan JIS sebagai stadion Grade A+. Untuk tingkat Kabupaten sudah cukup, kecuali nanti ada peningkatan di kualitas liga,” jelasnya.
Namun Irzan tidak menampik bahwa perawatan stadion membutuhkan upaya lebih.
“Yang menjadi perhatian kita memang pada kondisi perawatan yang butuh ekstra tenaga dan biaya, karena bangunan stadion ini memerlukan perawatan khusus yang berbeda dari bangunan lainnya,” tutupnya.(R.4z)