Keadilan Dipertanyakan, Pegawai RSUP RAT Gelisah di Tengah Isu Pemangkasan JP

Ilustrasi perpaduan gedung RSUP Raja Ahmad Tabib Kepulauan Riau dengan simbolisasi keresahan pegawai dan masyarakat terhadap ketidakadilan pembagian jasa pelayanan, Kamis(25/9).

Tanjungpinang – Kabar pemangkasan Jasa Pelayanan (JP) di RSUP Raja Ahmad Tabib (RAT) Kepulauan Riau memicu keresahan besar di kalangan pegawai. Mereka menilai wacana itu tidak layak dan tidak adil, Kamis (25/9/2025).

Mayoritas staf RSUP RAT berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Tenaga Kontrak Harian Lepas (TKHL). Berbeda dengan pejabat struktural yang sudah memperoleh gaji, tunjangan kinerja, serta honor lain hingga puluhan juta rupiah, para staf hanya mengandalkan gaji pokok dan JP.

Selama ini, rata-rata pegawai menerima JP sekitar Rp1,5 juta per bulan. Sementara jajaran direksi, kepala tim, dan penanggung jawab bisa mengantongi Rp15–20 juta. Jika pemangkasan benar terjadi, JP untuk staf diperkirakan hanya tersisa Rp700–800 ribu per bulan. Kondisi ini dianggap janggal, sebab justru tenaga bawahan yang bekerja penuh melayani masyarakat.

Menanggapi keresahan tersebut, media ini mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Direktur Utama RSUP RAT, Dr. Bambang Utoyo, M.A.P, melalui sambungan pesan singkat WhatsApp, mulai dari kepastian wacana pemotongan JP, dasar regulasinya, hingga komitmen transparansi manajemen.

Bambang menegaskan bahwa isu itu masih dalam tahap pembahasan panjang.

“Masih dibahas oleh tim internal RS dan tim eksternal RS yang terdiri dari Dinas Kesehatan, DPKAD, Bappeda, Inspektorat, Biro Hukum, Biro Pemerintahan, organisasi profesi, dan akademisi (Stisipol). Prosesnya masih panjang, selesai di sini tim akan memaparkan di Kemendagri,” ujarnya, Rabu(24/9).

Ia juga menekankan keterbukaan dalam penyusunan kebijakan.

“Insya Allah transparan dan akuntabel. Karena proses penyusunan peraturan dan perhitungannya sekarang melibatkan semua unsur, baik internal maupun eksternal, agar tertata dengan baik, transparan, dan akuntabel,” kata Bambang.

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik dan keuangan daerah dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Yogi Suprayogi Sugandi, menilai pembagian JP yang adil harus didasarkan pada tiga prinsip utama: proporsionalitas, kesetaraan, dan kepatutan.

“Proporsionalitas berarti pembagian harus mencerminkan kontribusi dan kinerja masing-masing individu. Kesetaraan menekankan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bagian sesuai perannya tanpa diskriminasi. Sedangkan kepatutan mengingatkan agar besaran jasa tetap berada dalam standar kewajaran dan praktik terbaik di bidang pelayanan,” ujar Yogi.

Menurutnya, kriteria keadilan tersebut sebaiknya dirumuskan dalam sistem yang jelas dan transparan, melibatkan perwakilan semua pihak terkait, serta dipayungi aturan perundang-undangan daerah agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.

Kendati demikian, para pegawai RSUP RAT tetap menanti kepastian. Mereka berharap keputusan akhir tidak sekadar hitungan angka, melainkan benar-benar menjunjung rasa keadilan. (R.4z)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *