Tanjungpinang – Di tengah gencarnya pemerintah berbicara soal transparansi dan digitalisasi layanan publik, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) justru tergelincir di perkara yang paling mendasar yakni keterbukaan informasi.
Di bawah kendali Kepala Dinas, Hendri Kurniadi, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang seharusnya menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat, saat ini dinilai berubah menjadi tembok sunyi birokrasi.
Kritik itu mencuat setelah Tengku Azhar dan Octhian Syah Reza mengajukan permohonan informasi publik sejak 12 September 2025. Permohonan yang ditujukan kepada PPID Kominfo Kepri itu berisi tiga jenis data penting dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (Bappenda) Kepri mulai dari rekap buku kas penerimaan pajak kendaraan bermotor, data setoran pajak, hingga laporan perbandingan antara target dan realisasi penerimaan PKB serta BBNKB.
Permohonan itu diterima secara resmi oleh staf PPID, Wan Maryati, sebagaimana tercantum dalam tanda terima permohonan. Namun, setelah lebih dari 30 hari kerja, tidak ada satu pun tanggapan diberikan. Surat itu seakan lenyap di balik meja birokrasi.
“Ini bukan cuma soal lambat, tapi soal kemauan. PPID Kominfo Kepri di bawah Hendri Kurniadi seperti sengaja menutup akses informasi publik,” ungkap Tengku Azhar, salah satu pemohon informasi, kepada wartawan di Tanjungpinang, Sabtu(11/10/2025).
Menurut Tengku Azhar, sikap PPID itu tidak hanya melanggar semangat transparansi, tetapi juga menabrak aturan hukum yang tegas. Pasal 22 ayat (7) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan setiap badan publik memberi tanggapan tertulis paling lama 10 hari kerja sejak menerima permohonan, dan dapat diperpanjang 7 hari kerja bila ada alasan yang sah. Artinya, batas waktu maksimal penyelesaian permohonan adalah 17 hari kerja.
“Sekarang sudah lewat sebulan, tapi tidak ada kabar. Ini bentuk pembangkangan terhadap undang-undang dan pelecehan terhadap hak publik,” ujar Tengku Azhar menegaskan.
Ketentuan itu juga dipertegas dalam Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Regulasi tersebut mengatur bahwa setiap badan publik wajib proaktif memberikan informasi, dan keterlambatan tanpa alasan sah dapat dianggap sebagai pelanggaran administratif.
Namun praktik di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Di bawah kepemimpinan Hendri Kurniadi, Dinas Kominfo Kepri justru dinilai gagal menjalankan mandatnya sebagai garda depan keterbukaan.
“Kepala Dinas seharusnya menjadi motor transparansi, bukan membiarkan budaya bungkam tumbuh di lembaganya,” kata Tengku Azhar.
Kritik terhadap PPID Kominfo Kepri bukan yang pertama. Sejumlah jurnalis dan aktivis di Kepri juga kerap mengeluhkan sulitnya memperoleh dokumen publik dari instansi pemerintah daerah. Fenomena ini menimbulkan kesan bahwa semangat good governance di tubuh Pemprov Kepri tengah mengalami kemunduran.
Hingga berita ini diterbitkan, media ini belum berhasil mengonfirmasi Kepala Dinas Kominfo Kepri, Hendri Kurniadi, terkait lambannya respons PPID terhadap permohonan informasi publik tersebut.(R.4z)






