Batam – Dugaan pelanggaran izin usaha hiburan malam oleh First Club Entertainment di Kota Batam kembali mencuat. Klub malam yang dikelola PT First Mitra Entertainment itu disebut tetap beroperasi hingga dini hari, meski izin usahanya belum lengkap.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, First Club hanya mengantongi izin usaha bar melalui OSS (Online Single Submission). Namun dalam praktiknya, tempat hiburan tersebut diduga beroperasi layaknya klub malam dengan aktivitas hingga pukul 04.00 WIB.
Sorotan publik pun mengarah pada lemahnya pengawasan dan koordinasi antarinstansi pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kota.
Izin Klub Malam Belum Terbit
Penata Perizinan Ahli Muda Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kepulauan Riau, Astofa, menegaskan bahwa hingga saat ini izin klub malam First Club Batam belum diterbitkan.
“Kami berhak menindak setiap izin yang telah kami terbitkan. Misalnya, izin yang dimiliki adalah bar, namun kegiatan di lapangan berbeda, maka kami bisa mencabut izin barnya,” ujar Astofa saat dijumpai, Selasa (21/10/2025).
“Benar, aktivitas klub malam First Club Batam masih ilegal. Kami belum bisa masuk ke ranah itu karena izinnya masih dalam tahap pemenuhan persyaratan. Penindakan menjadi kewenangan Satpol PP dan aparat penegak hukum.” lanjutnya.
Astofa menjelaskan, proses izin melalui OSS dilakukan bertahap. Setelah pelaku usaha mengunggah berkas, sistem akan meneruskan ke OPD teknis seperti Dinas Pariwisata untuk diverifikasi dan dilakukan pengecekan lapangan.
“Jika hasil verifikasi sudah lengkap dan sesuai, barulah berkas itu masuk ke kami di DPMPTSP untuk diverifikasi akhir dan diterbitkan izinnya,” katanya.
Menurutnya, posisi izin klub malam saat ini masih berada di Dinas Pariwisata.
“Kami tidak memiliki kewenangan untuk memaksa mereka mempercepat verifikasi. Semua sudah diatur dalam SOP masing-masing OPD, misalnya ada batas waktu 30 hari untuk penyelesaian verifikasi,” tutur Astofa.
Ia menambahkan, DPMPTSP tidak dapat mencabut izin yang belum ada.
“Kalau izin klub malamnya saja belum terbit, apa yang mau kami cabut? Karena secara hukum izinnya memang belum ada,” ujarnya.
Masalah Laporan dan Izin Penunjang
Astofa juga mengungkapkan, izin untuk kegiatan bar memang sudah terverifikasi. Namun, penjualan minuman beralkohol tetap harus dilengkapi surat izin dari pemerintah kota.
“Jika mereka menjual minuman beralkohol, wajib memiliki surat izin SKPLA B dan C (Surat Keterangan Penjualan Langsung) yang diterbitkan oleh kabupaten atau kota,” katanya.
Selain itu, DPMPTSP Kepri belum menerima Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dari perusahaan tersebut.
“Setahu saya, sejauh ini belum ada laporan yang masuk. Kalau memang belum melapor, nanti tim LKPM akan turun langsung ke lokasi,” ujar Astofa.
Lemahnya Pengawasan
Meski izin klub malam belum terbit, aktivitas hiburan malam di First Club Batam tetap berlangsung. Hal ini memperlihatkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pelaku usaha di sektor hiburan malam.
Sejumlah lembaga masyarakat, termasuk Aliansi LSM dan Ormas Peduli Kepri, sebelumnya juga menyoroti dugaan pelanggaran di First Club Batam. Mereka menilai, lemahnya koordinasi antarinstansi membuka peluang bagi pelanggaran izin, penggunaan tenaga kerja asing tanpa prosedur, hingga kebocoran pajak hiburan.
Surat resmi DPMPTSP Kepri bernomor B/000/1135/DPMPTSP/2025 tertanggal 27 Oktober 2025 menyebut bahwa KBLI PT First Mitra Entertainment adalah 96301 (Bar), bukan klub malam.
Surat itu juga menegaskan bahwa perizinan lanjutan di wilayah KPBPB Batam berada di bawah kewenangan BP Batam, serta validasi tenaga kerja asing masih menunggu hasil dari Dinas Tenaga Kerja Kota Batam.
Ujian Ketegasan Pemerintah
Kasus First Club Batam menjadi ujian bagi ketegasan pemerintah provinsi dan kota dalam menegakkan aturan.
Proses izin yang berlarut, lemahnya verifikasi lapangan, serta minimnya koordinasi antarinstansi memperlihatkan bahwa sistem perizinan belum berjalan efektif.
Tanpa langkah tegas dari Dinas Pariwisata, Satpol PP, DPMPTSP, dan BP Batam, kasus serupa akan terus berulang.
Celakanya, publik kembali dipertontonkan pada wajah birokrasi yang lamban di satu sisi, namun permisif terhadap pelanggaran di sisi lain.(R.4z)






