Batam – Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Cak Ta’in Komari SS, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak bermain ‘tarik ulur’ dalam penanganan kasus dugaan korupsi Dana Jaminan Perlindungan Lingkungan (DJPL) pasca tambang di Kabupaten Bintan periode 2010–2016.
Pada Rabu, 30 Juli 2025, penyidik KPK diduga turun memeriksa sejumlah pejabat di Pemkab Bintan dan Pemprov Kepulauan Riau, baik secara langsung maupun melalui Zoom. Langkah ini dianggap sebagai kemajuan dalam mengusut kasus DJPL pasca tambang Bintan, setelah laporan awal disampaikan sejak 2022 dengan pendampingan investigasi.
“Kami berpikir, pemeriksaan kemarin sebagai langkah serius KPK untuk menuntaskan serangkaian investigasi terkait DJPL Pasca Tambang Bintan tersebut. Tapi sepertinya bakal adem lagi. Apa tindakan tarik ulur ini ada motif lain?” kata Cak Ta’in kepada media, Senin (4/8/2025).

Menurutnya, KPK telah mengantongi bukti dan informasi yang cukup kuat, termasuk dugaan nilai DJPL yang mencapai triliunan rupiah dalam kurun waktu tersebut. Dana tersebut disebut sebagian besar disimpan di sebuah bank di Singapura atas nama kerabat dekat, setelah sebelumnya kerap diputar oleh “putra mahkota” untuk bisnis dan kegiatan lainnya.
“Tahun itu investigasi kami lakukan dengan langsung dipantau oleh tim dari Jakarta. Selain itu, mereka juga secara silent menurunkan beberapa kelompok dalam mengusut soal DJPL tersebut. Jadi KPK tinggal serius atau masih mau tarik ulur lagi,” jelas mantan Dosen Unrika Batam itu.
Ia menambahkan, bukti, data, dan informasi terkait dana DJPL sudah lengkap di tangan KPK. Kondisi lahan bekas tambang yang rusak parah pun sudah didokumentasikan langsung saat investigasi.
“Bahkan kapan dana DJPL dibawa ke Singapura menggunakan speed, siapa nahkoda, jam berapa perginya, semuanya sudah tahu,” ungkapnya.
Cak Ta’in menegaskan, jika KPK terkesan ‘bermain-main’ dalam pengusutan kasus ini, pihaknya siap menggelar aksi kembali di depan Gedung Merah Putih untuk mendesak penuntasan perkara.
“DJPL itu sama dengan dana reklamasi dan reboisasi mengembalikan lingkungan setelah aktivitas selesai. Faktanya setelah kegiatan tambang selesai, dananya pun ikut selesai lenyap, lokasi bekas tambang dibiarkan rusak berlubang menganga. Untuk itulah, kita meminta KPK tidak main-main dalam hal ini,” pungkasnya. (T.4z)