Tanjungpinang – Pertemuan antara Aliansi Gerakan Bersama (GEBER) masyarakat Kepri, perwakilan UMKM Taman Gurindam 12, dan Gubernur Kepri Ansar Ahmad pada Kamis (2/10/2025) berakhir ricuh.
Sehari sebelumnya, undangan resmi yang diterima GEBER menyebutkan agenda membahas privatisasi Taman Gurindam 12 serta penataan pedagang UMKM. Pertemuan dijadwalkan pukul 13.00 WIB. Beberapa tokoh GEBER bahkan sudah mengonfirmasi langsung ke pihak Pemprov Kepri terkait kepastian agenda tersebut.
Kamis pagi, Pemprov kembali menegaskan undangan itu. Bahkan meminta daftar peserta yang akan hadir. Tokoh GEBER dan UMKM pun datang tepat waktu, sekitar pukul 12.30 WIB di lantai 4 Kantor Gubernur Kepri, Dompak.
Namun, karena Gubernur Ansar masih menghadiri acara bersama komunitas Ojek Online (Ojol), jadwal mundur ke pukul 15.00 WIB. Saat semua peserta sudah menunggu, tiba-tiba Kapolsek Bukit Bestari bersama Kasat Intel Polresta Tanjungpinang mengambil alih kursi gubernur. Mereka mengumumkan hanya tujuh perwakilan UMKM yang boleh masuk menemui gubernur.
Kondisi itu membuat suasana tegang. Pihak kepolisian yang sejatinya bertugas mengamankan acara justru tampil mewakili protokoler pemprov Kepri sebagai penyelenggara. Melihat kejanggalan itu, Juru Bicara GEBER, Jusri Sabri, memilih walk out. Disusul tokoh-tokoh lain, termasuk ketua LSM Cindai, Gebrak, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga perwakilan pers. Mereka menilai pertemuan sudah tidak sehat.
“Ini kan acara pemerintah provinsi, kok polisi yang ambil alih?” protes salah satu tokoh GEBER. Hal senada disampaikan SAS Joni yang menegaskan polisi tidak punya kewenangan mengatur agenda rapat.
Usai keluar dari kantor gubernur, tokoh-tokoh GEBER berkumpul di sebuah kedai kopi simpang Dompak. Mereka membahas langkah lanjutan dan mengecam sikap Pemprov yang dianggap mempolitisasi pertemuan.
Kekecewaan GEBER makin memuncak karena mereka sejak awal konsisten memperjuangkan nasib pedagang kecil di kawasan tepi laut hingga Taman Gurindam 12. Sebagai tindak lanjut, DPRD Kepri kemudian turun langsung menemui pedagang. Bahkan, ketua DPRD meminta Satpol PP membuka pagar akses pengunjung yang lama ditutup akibat proyek.
Menanggapi insiden tersebut, sore harinya Pemprov Kepri mengutus Kadis PUPP, Rodi Yantari, menemui para tokoh GEBER. Suasana awal sempat dingin, namun mencair setelah Rodi menyampaikan permintaan maaf atas nama gubernur. Ia juga berjanji akan menjadwalkan pertemuan resmi antara gubernur dengan tokoh-tokoh GEBER.
Polemik Gurindam 12 semakin menampakkan adanya tarik ulur kepentingan. Pemprov beralasan keterlibatan swasta diperlukan untuk revitalisasi agar kawasan tertata modern dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebaliknya, GEBER menolak privatisasi yang berpotensi menyingkirkan pedagang kecil dan menggerus nilai budaya.
Sorotan Utama
1. Transparansi Perencanaan – GEBER menilai Pemprov kurang terbuka soal konsep revitalisasi, terutama terkait potensi swastanisasi.
2. Peran DPRD – DPRD sempat menampung aspirasi GEBER lewat RDP, namun tindak lanjutnya masih kabur.
3. Keterlibatan Pedagang – Pedagang kecil khawatir tergusur jika kawasan dikelola penuh oleh swasta.
4. PAD vs Ruang Publik – Pemprov ingin menaikkan PAD, sementara GEBER menekankan taman harus tetap jadi ruang publik yang inklusif.
Menanti Jalan Tengah
Revitalisasi Gurindam 12 memang penting untuk menata kawasan agar lebih bernilai ekonomi. Namun, tanpa keterlibatan publik yang nyata, langkah ini rawan memicu konflik berkepanjangan.
Solusi kompromi yang ditawarkan sejumlah pihak adalah pola kemitraan. Pemerintah tetap sebagai pengendali utama, pedagang lokal mendapat ruang usaha yang adil, sementara pihak swasta hanya sebatas penyedia sarana dan infrastruktur.
Dengan model itu, revitalisasi bisa berjalan, nilai budaya tetap terjaga, pedagang terlindungi, dan PAD meningkat secara berkeadilan. Jika tidak, gelombang penolakan dari masyarakat diprediksi akan terus berlanjut dan berimbas langsung pada stabilitas sosial di Tanjungpinang.(R.4z)