Jumlah Kendaraan Naik, Penerimaan Pajak Tidak Ikut Melonjak

Kantor Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di Jalan Engku Putri No.8, Batam Centre Sedang Melayani Masyarakat, Jumat (17/10)

Batam — Selama tiga tahun terakhir, geliat kendaraan bermotor di Provinsi Kepulauan Riau terus menanjak. Namun, di tengah meningkatnya aktivitas kendaraan roda dua dan roda empat, penerimaan pajak kendaraan justru berjalan lamban bahkan nyaris stagnan, Jum’at(17/10/2025).

Fenomena ini terungkap setelah redaksi Centraliputanesia.co.id menelusuri laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2022–2024 dan data jumlah kendaraan dari Satlantas Polda Kepri.

Bacaan Lainnya

Dari hasil pembacaan awal, terlihat adanya ketimpangan antara lonjakan jumlah kendaraan dan realisasi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Tren Tidak Seimbang: Naik Kendaraan, Pajak Mandek

Menurut data Satlantas Polda Kepri, jumlah kendaraan bermotor di wilayah itu naik sekitar 15 persen dalam tiga tahun terakhir:

– Tahun 2022: ± 990.000 unit

– Tahun 2023: ± 1.070.000 unit

– Tahun 2024: ± 1.145.000 unit

Namun, realisasi penerimaan pajaknya tidak berbanding lurus.

Data LKPD Kepri menunjukkan:

– 2022: PKB Rp 217,5 miliar | BBNKB Rp 183,2 miliar

– 2023: PKB Rp 219,8 miliar | BBNKB Rp 178,6 miliar

– 2024: PKB Rp 223,1 miliar | BBNKB Rp 176,9 miliar

Dengan kata lain, dalam periode tiga tahun, jumlah kendaraan bertambah lebih dari 150 ribu unit, tetapi penerimaan pajak nyaris tidak bergeser dari kisaran Rp 400 miliar per tahun.

“Ini tidak masuk akal secara logika fiskal. Kalau jumlah kendaraan meningkat, seharusnya penerimaan pajak ikut naik, kecuali ada variabel lain yang mengganggu,” ujar seorang sumber internal Bappenda Kepri yang enggan disebut namanya karena alasan keamanan.

Kebijakan Pemutihan: Penyelamat atau Alibi?

Pada periode itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri memberlakukan program penghapusan denda keterlambatan pembayaran pajak kendaraan atau dikenal sebagai “pemutihan”.

Program ini memang bertujuan memberi keringanan bagi wajib pajak, tetapi di sisi lain, secara langsung menekan realisasi pendapatan pajak.

Namun, jika penghapusan denda berlangsung sementara, seharusnya penerimaan kembali melonjak setelah program berakhir. Faktanya, berdasarkan dokumen LKPD, grafik penerimaan tetap datar bahkan sedikit menurun pada pos BBNKB.

Surat dan Wawancara ke Mantan Kepala Bappenda

Untuk mengklarifikasi temuan ini, wartawan Centraliputanesia.co.id, Reza, mengirimkan surat resmi dan wawancara melalui pesan singkat whatsapp pada Senin(13/10) lalu kepada Diky Wijaya, mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kepri yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri.

Dalam surat itu, redaksi menyampaikan bahwa hasil penelusuran menunjukkan ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan pertumbuhan penerimaan pajaknya, serta menanyakan apakah hal itu murni karena kebijakan pemutihan denda atau ada persoalan administratif lain di masa itu.

Hingga berita ini diterbitkan, Diky Wijaya belum memberikan tanggapan.

Sikap bungkam itu menambah panjang daftar pertanyaan publik mengenai tata kelola penerimaan pajak daerah di masa jabatannya.

Dokumen Publik yang Belum Diterima

Redaksi juga telah mengajukan permohonan informasi publik (PPID) kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk memperoleh salinan:

– Buku Kas Umum Pendapatan

– Bukti Setor Bank

– Laporan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah)

Rekapitulasi Realisasi PKB dan BBNKB per tahun

Namun, hingga berita ini disusun, dokumen-dokumen yang diminta belum diterima secara lengkap.

Padahal, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) secara tegas mengatur bahwa hanya informasi tertentu yang dapat dikecualikan dari keterbukaan. Informasi publik yang dirahasiakan hanyalah yang termasuk dalam kategori pengecualian sebagaimana diatur secara limitatif dan ketat dalam Pasal 17 UU KIP, misalnya untuk melindungi kepentingan negara (seperti keamanan dan pertahanan) atau hak-hak pribadi seseorang.

Dengan demikian, penundaan atau pengabaian terhadap permohonan informasi yang tidak termasuk kategori pengecualian dapat dianggap bertentangan dengan semangat transparansi publik sebagaimana diamanatkan oleh UU KIP.

Terkait hal ini, salah seorang pejabat PPID Pemprov Kepri menyampaikan, “Iya, itu jawabannya. Kalau tidak puas dengan jawabannya, silakan ajukan surat keberatan ke atasan PPID Pemprov Kepri,” pungkasnya. (R.4z)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *